Warga Bandung buka suara dan rasa ketidakadilan atas bebasnya bersyarat mantan Ketua DPR RI Setnov dari Lapas Sukamiskin.

Setya Novanto bebas setelah menjalani dua per tiga masa hukuman atas kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Meskipun pembebasannya sesuai aturan, warga merasa hukuman bagi koruptor belum memberikan efek jera yang setimpal, mempertanyakan komitmen negara dalam memberantas korupsi. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Bandung.
Kontroversi Pembebasan Bersyarat
Pembebasan Setya Novanto memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat, terutama di Bandung. Warga Bandung, seperti Yogi, menyatakan kekecewaannya karena pembebasan ini terasa “menyesakkan” dan tidak menghadirkan rasa keadilan bagi rakyat. Yogi menilai bahwa pidana bagi koruptor belum memberikan efek jera yang setimpal.
Hal ini diperparah dengan kerugian negara yang mencapai Rp2,3 triliun akibat skandal korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Meskipun secara aturan Setya Novanto berhak mendapatkan pembebasan bersyarat karena telah menjalani dua per tiga masa pidananya. Banyak pihak menganggap hal ini masih belum menunjukkan keadilan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Guru Besar Hukum Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas, bahkan menilai bahwa pembebasan bersyarat ini mencederai rasa keadilan masyarakat dan meruntuhkan konsistensi penegakan hukum. Menurutnya, kejahatan luar biasa seperti korupsi seharusnya ditangani dengan kualifikasi yang sangat ketat dalam hal pemberian remisi, pengampunan, atau pembebasan bersyarat.
Perjalanan Kasus Setya Novanto
Setya Novanto mulai ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2017. Ia divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 24 April 2018. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta dan uang pengganti sebesar 7,3 juta dollar AS. Hak politiknya pun dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Namun, hukumannya disunat Mahkamah Agung (MA) menjadi 12 tahun 6 bulan penjara setelah mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 4 Juni 2025. Pemotongan masa hukuman ini menjadi dasar bagi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kementerian Imipas) untuk memberikan pembebasan bersyarat.
Kasus Setya Novanto juga diwarnai sejumlah “drama”, termasuk kecelakaan mobil yang menabrak tiang listrik pada tahun 2017 saat masih diusut KPK. Selain itu, ia juga sempat menjadi sorotan karena adanya temuan kloset duduk di selnya yang berukuran lebih luas di Lapas Sukamiskin, serta dugaan “plesiran” ke toko bangunan saat izin berobat.
Baca Juga: Polrestabes Bandung Kembali Bertindak Gerebek Gudang 1,5 Juta Obat Terlarang
Status Baru Klien Pemasyarakatan

Dengan pembebasan bersyarat ini, status Setya Novanto berubah dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung. Ia akan menjalani masa bimbingan di bawah pengawasan Bapas Bandung hingga 1 April 2029. Meskipun bebas dari penjara, Setya Novanto tidak sepenuhnya lepas dari kewajiban hukum karena masih dalam masa pembebasan bersyarat dan wajib lapor setiap bulan.
Kementerian Imipas menegaskan bahwa proses pembebasan bersyarat Setya Novanto telah sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Persyaratan yang telah dipenuhi meliputi menjalani dua per tiga masa pidana, berkelakuan baik.
Aktif mengikuti pembinaan, serta membayar seluruh denda dan uang pengganti. Selama di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto disebut berkelakuan baik dan bahkan menjadi motivator serta inisiator bagi sesama narapidana, termasuk mendirikan sebuah klinik hukum.
Tuntutan Penegakan Hukum yang Adil
Meskipun pembebasan bersyarat Setya Novanto sah secara administratif, masyarakat menuntut transparansi dan konsistensi dalam penegakan hukum, terutama terhadap pelaku korupsi besar. Yogi, warga Bandung, menyarankan negara untuk segera mengesahkan Undang-undang Perampasan Aset agar koruptor mendapatkan efek jera. Menurutnya, selama undang-undang ini belum ada, koruptor masih bisa menikmati hasil korupsinya setelah bebas.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan bahwa pengurangan hukuman bagi pelaku korupsi kelas kakap merupakan preseden buruk dalam pemberantasan korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kembali bahwa kasus korupsi e-KTP adalah kejahatan serius yang dampaknya dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menekankan bahwa kasus ini tidak hanya dilihat dari besarnya kerugian negara, tetapi juga degradasi kualitas pelayanan publik. KPK menegaskan bahwa kewenangannya terbatas pada penanganan tindak pidana korupsi. Termasuk penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Urusan pembebasan bersyarat sepenuhnya berada di ranah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Kesimpulan
Pembebasan Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin menimbulkan gelombang kekecewaan di kalangan warga Bandung dan masyarakat luas. Yang merasa bahwa keadilan belum sepenuhnya tercapai dalam kasus korupsi e-KTP. Meskipun proses pembebasan bersyaratnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Pandangan publik menyoroti pentingnya efek jera bagi koruptor dan konsistensi dalam penegakan hukum. Kasus ini menjadi pengingat bagi pemerintah untuk terus berupaya memperkuat sistem hukum dan memberantas korupsi demi menciptakan keadilan yang nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap tentang suara warga Bandung bebasnya Setnov hanya di INFO KEJADIAN BANDUNG.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.detik.com
- Gambar Kedua dari nasional.kompas.com