Kasus pengeroyokan brutal di Sulanjana ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan bahaya konflik sosial media yang tak terkendali.

Sulanjana, 2 Agustus 2025 Warga Sulanjana dikejutkan oleh peristiwa pengeroyokan brutal yang terjadi pada Sabtu malam di kawasan Pasar Lama. Korban, seorang remaja berusia 17 tahun berinisial MRA, ditemukan dalam kondisi luka parah akibat dikeroyok oleh sekelompok pemuda.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Bandung.
Kronologi Kejadian Pengeroyokan
Menurut keterangan saksi mata, peristiwa bermula sekitar pukul 20.30 WIB di sekitar lapangan basket Pasar Lama, lokasi yang sering dijadikan tempat nongkrong oleh remaja setempat. Saat itu, korban MRA sedang duduk bersama dua temannya, ketika secara tiba-tiba sekelompok pemuda berjumlah 7 orang datang dan langsung menyerang.
Serangan berlangsung cepat dan brutal. Para pelaku menggunakan tangan kosong, batu, bahkan diduga sebuah batang besi pendek. Korban tidak sempat melarikan diri karena sudah dikepung dari berbagai arah. Meskipun dua temannya berusaha melerai, mereka justru diancam untuk tidak ikut campur.
Seorang pedagang kaki lima yang melihat kejadian langsung melapor ke pos polisi terdekat. Namun, saat petugas datang, para pelaku telah melarikan diri. MRA kemudian dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri, dengan luka di kepala, dada, dan sejumlah lebam di wajah dan perut.
Dalang Pengeroyokan Brutal di Sulanjana
Polres Sulanjana bergerak cepat. Dalam waktu 24 jam, lima dari tujuh pelaku berhasil diamankan. Yang mengejutkan, berdasarkan hasil interogasi, otak di balik serangan tersebut adalah AR, seorang siswa SMP kelas 2.
AR diduga menyusun rencana pengeroyokan sejak dua minggu sebelumnya. Motif awal adalah dendam pribadi. Menurut penyelidikan, AR merasa dipermalukan oleh korban MRA karena pernah menjadi sasaran ejekan di media sosial. Beberapa konten Instagram story yang bersifat menyindir diklaim menjadi pemicu utama.
Bahkan, dari tangkapan layar percakapan yang diamankan polisi, AR sempat menulis dalam grup tertutup, “Pokoknya dia harus kapok. Kalau perlu, nggak bisa sekolah lagi.”
Kapolres Sulanjana, AKBP Rizal Wahyudi, dalam konferensi pers mengatakan:
“Kami prihatin bahwa seorang anak di bawah umur bisa sampai merencanakan aksi kekerasan seperti ini. Kami tengah mendalami sejauh mana peran AR sebagai inisiator dan siapa saja yang turut serta secara aktif.”
Baca Juga: Konflik Asmara Berujung Maut, Remaja Bandung Tewas Dibacok Teman
Para Pelaku Anak di Bawah Umur
Dari tujuh pelaku pengeroyokan, lima telah ditangkap. Empat di antaranya masih berstatus pelajar, dua lainnya sudah putus sekolah namun masih berusia 16 hingga 18 tahun. Para pelaku mengaku dijanjikan “pembalasan” oleh AR, dan beberapa termotivasi karena solidaritas kelompok nongkrong.
Polisi masih memburu dua pelaku lain yang kabarnya telah melarikan diri ke luar kota. Semua yang sudah tertangkap kini menjalani pemeriksaan di unit Perlindungan Anak dan Remaja (PPA), mengingat sebagian besar masih di bawah umur.
Penanganan Hukum dan Rehabilitasi
Saat ini, pihak kepolisian bersama Balai Pemasyarakatan (Bapas) tengah menyiapkan proses diversi, yakni mekanisme penyelesaian perkara anak di luar pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan, jika korban mengalami luka berat permanen, proses hukum bisa tetap dilanjutkan ke tahap peradilan anak.
Sementara itu, AR dikabarkan dalam kondisi tertekan dan belum bisa berbicara banyak kepada penyidik. Orang tua AR, yang berprofesi sebagai pedagang sayur, mengaku kaget dan tidak menyangka anaknya terlibat dalam kasus kekerasan.
“Anak saya memang pendiam, tapi kami tidak pernah berpikir dia bisa seperti ini. Kami minta maaf kepada keluarga korban,” ujar ayah AR sambil menahan air mata.
Reaksi Warga dan Pemerhati Anak
Kejadian ini langsung memicu gelombang reaksi di media sosial dan masyarakat Sulanjana. Banyak yang menyayangkan bahwa konflik sepele di dunia maya bisa berujung kekerasan fisik. Psikolog remaja, Dr. Ika Nurmayanti, menyebut kasus ini sebagai “puncak gunung es” dari fenomena kekerasan remaja yang tidak ditangani serius.
“Anak-anak zaman sekarang tumbuh dalam tekanan sosial media dan kelompok sebaya. Tanpa pendidikan emosi dan bimbingan orang tua, mereka rentan mengambil jalan pintas seperti kekerasan,” ujarnya.
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) juga angkat bicara. Ketua LPAI cabang Sulanjana, Rudi Hartanto, menyatakan bahwa meskipun pelaku adalah anak di bawah umur, proses hukum tetap harus berjalan.
“Undang-Undang Perlindungan Anak memang menjamin hak pelaku untuk dibina, bukan dibui. Tapi itu tidak menghilangkan tanggung jawab atas perbuatannya. Anak juga harus tahu batas,” ujar Rudi.
Untuk update terbaru dan informasi lengkap seputar berbagai kejadian di Bandung, seperti bencana alam, kemacetan, dan kegiatan masyarakat. Anda bisa kunjungi Info Kejadian Bandung.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari detik.com
- Gambar Kedua dari opendata.bandung.go.id